

Assalamu'alaikum wr wb,
Isu pemerkosaan massal atas perempuan Cina dalam Kerusuhan Mei 1998 senantiasa dihembus-hembuskan. Tidak lebih dari berita bohong.
Hasil penyidikan FBI akhirnya membongkar kebohongan itu. "Jika sebuah kebohongan terus-menerus diceritakan hingga terdengar luas di masyarakat, maka lama-kelamaan masyarakat akan meyakini kebohongan itu sebagai sebuah kebenaran." kata Menteri Propaganda Nazi Jerman, Dr Josef Goebels, enam dasawarsa yang lalu.
Meski sudah kuno, namun prinsip propaganda yang diterapkan Nazi untuk melibas bangsa Yahudi di Eropa menjelang Perang Dunia II itu masih terus dipakai dan dilestarikan hingga kini.
Strategi propaganda ala Goebels ini pun tetap laris di Indonesia dan masih cukup efektif sebagai alat pemukul lawan politik dan ide yang berseberangan. Tengoklah
berbagai propaganda hitam yang dikembangkan dengan cara itu. Misalnya, pembangunan opini bahwa Islam sudah tidak cocok untuk zaman modern ini, pembentukan opini bahwa
poligami identik dengan kekerasan, pengelabuan bahwa pluralisme adalah kebaikan yang harus diterima dan sebagainya.
Tapi, propaganda kebohongan paling dahsyat di Republik ini adalah isu tentang pemerkosaan massal atas para perempuan etnis Cina pada saat kerusuhan Mei 1998. Dengan sistematis mereka meniupkan isu tentang isu perkosaan itu, dengan berbagai cerita di berbagai media, dengan berbagai cara dan sarana, baik di dalam dan luar negeri. Padahal, dengan jelas isu itu sebenarnya dipakai untuk mendeskreditkan Islam dan simbol-simbol Islam.
Kisah Vivian dan Foto-Foto Perkosaan Internet menjadi sarana paling hebat untuk menyebarluaskan kisah perkosaan massal itu. Yang paling kontroversial adalah kisah yang konon dialami oleh seorang gadis
keturunan Cina bernama 'Vivian. Kisah itu muncul kira-kira pada pertengahan Juni 1998. Konon Vivian tinggal bersama orang tuanya di lantai 7 sebuah apartemen di kawasan Kapuk, Jakarta Utara ketika diserbu orang-orang tak dikenal saat kerusuhan Mei. Mereka lalu memperkosa Vivian, saudara, tante dan tetangga-tetangganya.
Kisah Vivian sangat deskriptif, detail dan menyentuh, sehingga mampu membangkitkan emosi. Majalah Jakarta-Jakarta sempat mengutip cerita perkosaan yang sangat vulgar itu mentah-mentah dalam sebuah edisinya. Dalam cerita itu, dengan sangat kurang ajar, ia menceritakan bahwa orang-orang yang bertampang seram itu memperkosa mereka
dengan berteriak "Allahu Akbar" sebelum melakukan perbuatan itu. Caci maki pun berhamburan kepada ummat Islam dan para Ulama.
Hampir bersamaan dengan munculnya kisah Vivian, muncul pula foto-foto yang konon berisi gambar para korban kerusuhan Mei di jaringan internet. Beberapa website memuat foto-foto yang luar biasa sadis dan mencekam. Siapapun pasti tersulut
amarahnya bila melihat foto-foto yang disebut-sebut sebagai foto kerusuhan Mei 1998 dan korban-korban perkosaan massal itu.
Pemajangan foto-foto di media internet itu telah mengundang emosi luar biasa bagi etnis Cina di seluruh dunia. Mereka menganggap kerusuhan Mei 1998 adalah sebuah operasi yang sengaja ditujukan untuk mengenyahkan orang Cina, dan menyetarakan kasus perkosaan massal atas perempuan-perempuan itu dengan kasuk The Rape of Nanking,
saat pendudukan Jepang ke Cina tahun 1937.
Upaya Menelisik Fakta Para wartawan yang kredibel mengakui bahwa pada saat peristiwa Mei 1998, peristiwa perkosaan memang terjadi. Seorang wartawan FORUM mendapat pengakuan dari seorang
anggota Satgas PDI Perjuangan bernama M, bahwa dia dan teman-temannyalah yang menyerbu dan membakar pertokoan di Pasar Minggu. Ia juga mengaku melecehkan perempuan, bahkan beberapa kawannya memperkosa mereka. Tapi menurut dia,
korban tidak hanya dari kalangan Cina. "Siapa aja, ada Amoy, ada Melayu, ada Arab," kata anggota Satgas PDIP itu.
Para wartawan pun terus mencoba mengejar dan mewawancarai korban dengan semua petunjuk tentang para korban, tapi hasilnya nihil. Konon semua sudah pergi ke luar negeri dan tidak terlacak lagi. Hanya anak ekonom Christianto Wibisono yang terkonfirmasi sebagai korban perkosaan Mei 1998. Majalah Tempo, dalam edisi pertama setelah terbit lagi juga tak mampu menemukan korban, apalagi sampai berjumlah ratusan.
Beberapa wartawan yang melacak lokasi yang di duga menjadi tempat tinggal Vivian dan keluarganya, juga tak menemukan apa-apa. Warga di sekitar apartemen menjawab tidak ada dan tidak pernah terdengar adanya Amoy yang diperkosa saat kerusuhan Mei 1998. Seorang anak nelayan yang pada dua hari jahanam itu menjarah apartemen tempat Vivian tinggal mengaku, jangankan memperkosa, ketemu penghuni juga tidak. Sebab, mereka sudah kabur ke luar negeri.
Soal jumlah korban perkosaan pun menjadi ajang perdebatan seru. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Kerusuhan Mei 1998 pecah gara-gara bab yang membahas hal ini. Sebagian anggota ingin memasukkan semua laporan tentang adanya perkosaan, sementara yang lain meminta semua di klarifikasi dulu. "Terkesan ada yang ingin memanfaatkan isu ini untuk kepentingan tertentu." kata anggota TGPF Roosita Noer.
Tengoklah data yang mereka kumpulkan. Dari 187 nama menurut daftar yang dibawa anggota TGPF Saparinah Sadli dan 168 dalam daftar Pastor Jesuit Sandyawan Sumardi, ternyata hanya 4 orang yang berhasil diklarifikasi, yang lain baru qaala wa qiila, alias kata orang. Sementara, 2 (dua) orang korban yang di datangkan anggota TGPF Nursyahbani Katjasungkana ternyata orang gila beneran yang di duga sudah lama. Lucunya, ketika data ini diminta, Ketua TGPF Marzuki Darusman tidak mau membagi data itu kepada anggota yang lain.
Dari sisi ilmu statistik, data soal perkosaan massal pun aneh. Misalnya laporan tentang adanya perkosaan jauh lebih besar dari pada laporan tentang pelecehan seksual, di raba-raba dan sebagainya. Padahal, seharusnya menurut statistik, berdasarkan kurva sebaran, pola acak akan selalu membentuk kurva seimbang. Jumlah laporan orang yang diraba-raba saja seharusnya lebih banyak dari pada yang dilaporkan mengalami pelecehan, apalagi yang sampai diperkosa, dengan tingkatan paling berat.
Kebenaran kisah Vivian sempat juga dipertanyakan kalangan keturunan Cina sendiri. Mungkinkah si terperkosa, dalam waktu singkat menceritakan hal ini, sehingga cerita ini muncul di internet pada 13 Juni 1998--- dan bisa mengendalikan emosi, sehingga bisa menuliskan kisah kesadisan yang dialaminya secara detail? Bukankah hal ini
bertentangan dengan anggapan bahwa etnis Tionghoa teramat sangat tertutup dalam hal perkosaan?
Setelah menerima banyak pertanyaan soal orisinilitas cerita Vivian, pengelola situs Web World Huaren Federation (WHF), Dean Tse, dalam pesannya tanggal 18 Agustus 1998,
minta agar pengirim cerita bisa memberi keterangan lebih lanjut. Namun hingga kini, permintaan Dean Tse belum ada jawaban. Dean Tse pun tidak bisa melacak alamat si pengirim cerita tersebut di jaringan internet.
Belakangan Soekarno Chenata, pengelola situs Web Indo Chaos, juga mengakui foto-foto yang bergentayangan di situsnya, sama sekali tidak otentik. Kepada detik.com, Soekarno mengaku pernah menerima foto sadis yang sempat di pajang di Indo Chaos. Namun ia segera mencabut foto itu dari situsnya karena ternyata foto itu adalah hasil montase dan diambil dari situs porno yang memang brutal.
Terbongkar Habis Upaya pembuktian telah dilakukan, namun upaya pengaburan dan disinformasi terus dilakukan. Misalnya, ketika fakta bahwa Vivian tidak pernah ada, para agitator itu berdalih, Vivian adalah nama dan alamat yang dipakai dan hanyalah nama samaran. Ketika para wartawan tidak menemukan korban, mereka berkilah soal keselamatan korban. Hingga akhirnya kebohongan itu terbongkar, justru dari AMERIKA SERIKAT,
tempat di mana para pembohong itu mengobral cerita untuk menyudutkan kaum Muslimin di Indonesia.
Semula, pemerintah Amerika Serikat dengan mudah memberikan suaka kepada imigran asal Indonesia yang mengaku dianiaya dan dirudung kekerasan seksual di negerinya dengan alasan etnik dan agama. Tapi gara-gara kesamaan pola cerita, kedekatan waktu pengajuan, kesamaan alamat dan asal pengaju, dan kesamaan kantor pengajuan, mereka mulai curiga.
Setelah menyelidiki selama dua tahun, pada Senin, 22 November 2004 satuan tugas rahasia pemerintah Amerika Serikat menggelar operasi bersandi Operation Jakarta.
Operasi penangkapan 26 anggota sindikat pemalsu dokumen suaka ini dilakukan serentak di lebih dari 10 negara bagian di Amerika Serikat. "Pemimpin sindikat ini adalah Hans Guow, WNI yang dikabulkan permohonan suakanya pada 1999," kata Jaksa Penuntut Wilayah Virginia, Paul J McNulty yang menangani kasus ini.
Para tersangka dikenai tuduhan sama, yakni memalsukan dokumen suaka serta berkonspirasi dalam pemalsuan berbagai dokumen. Awalnya mereka hanya membantu menyediakan dokumen asli tapi palsu. Tapi setelah berhasil mengibuli pihak berwenang dengan memalsukan izin kerja dan nomor jaminan sosial, mereka mulai menyiapkan aplikasi suaka palsu.
Mereka juga menyiapkan skenario pengakuan bo'ong-bo'ongan seperti diperkosa atau dianiaya dalam kerusuhan Mei 1998. "Cerita tentang penyiksaan itu sangat seragam karena para pelamar menghafalkan kata demi kata secara persis seperti yang diajarkan," kata Jaksa McNulty. Mereka pun mengajari kliennya untuk menangis dan memohon dengan emosional untuk mengundang simpati petugas.
Lucunya, mereka menceritakan kisah yang sama. Cerita diperkosa supir taksi misalnya meluncur dari mulut 14 perempuan yang mengajukan permohonan suaka sejak 31 Oktober
2000 hingga 6 Januari 2002. "Mereka mengaku diperkosa karena keturunan Cina," kata Dean McDonald, agen spesial dari Biro Imigrasi dan Bea Cukai Kepabeanan Departemen
Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat di negara bagian Virginia.
Belakangan, Voice of Amerika juga membuat liputan investigatif tentang isu perkosaan massal itu. Mereka keluar masuk berbagai lokasi yang dicurigai sebagai TKP perkosaan massal, dan mencoba mewawancarai berbagai pihak. Tapi hasilnya nihil. Perkosaan memang ada, tapi dengan mengikuti petuah Goebels, fakta telah didramatisasi sedemikian rupa dan dimanipulasi dengan dahsyat.
Wa lahu khairul maakireenn.. .....
Oleh:
Abu Zahra
Disarikan dari:
TABLOID DUA MINGGUAN SUARA ISLAM, EDISI 17, MINGGU III-IV MARET 2007 Bila tertarik untuk berlangganan hubungi:
Jl. Utan Kayu Raya No. 88, Jakarta Timur
Telp: 021 8563313
Iklan dan pemasaran, hubungi:
021 8563313,
021 68972135,
021 98738038
_________________________________________________
TANGGAPANPemerkosaan Masal Warga Keturunan TionghoaCiri-ciri pelaku pemerkosaan massal:
(1) Terlebih dahulu melakukan pembakaran ban,
(2) Para pelaku sudah terlatih,
(3) Sebagian pelaku berpakaian seragam SMU,
(4) Perkosaan dilakukan secara terencana dan sistematis,
(5) Dilakukan secara bersamaan di berbagai tempat (kasus terbanyak di Jakarta Barat dan Utara),
(6) Setelah memperkosa kemudian membakar dan menjarah korban,
(7) Satu pemerkosaan dilakukan 3 hingga 10 orang,
(8) Usai memperkosa pelaku meneriakkan yel-yel anti Cina.
(9) Pemerkosa tidak kenal dengan korban.
Kasus perkosaan warga keturunan saat kerusuhan, pertengahan Mei lalu, di Jakarta dan Solo, bukan tindak kriminal biasa. Perkosaan ini sangat terencana, sistematis dan sarat dengan muatan politik. Setidaknya inilah kesimpulan sementara beberapa organisasi perempuan, diantaranya: Masyarakat Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Kalyana Mitra, Mitra Perempuan, Koalisi Perempuan, dan Dharma Wanita.
168 kasus perkosaan terhadap warga keturunan Tionghoa terjadi saat kerusuhan Mei lalu - dua puluh diantara korban itu tewas karena terperangkap api dan dibunuh - dilakukan oleh kelompok (yang tidak menginginkan perubahan) tertentu yang terlatih. Mereka sengaja melakukan itu agar muncul tuduhan bahwa aksi massa yang menuntut reformasi telah cacat oleh kasus perkosaan. Bahkan tidak menutup kemungkinan masih satu paket dengan peristiwa penculikan dan penembakan di Universitas Trisakti.
Tim relawan membuktikan, perkosaan itu tidak dilakukan oleh orang awam karena kebencian terhadap warga keturunan. Apalagi karena kesenjangan sosial. Perkosaan itu semata-mata dilakukan untuk merusak citra gerakan yang menginginkan perubahan.
Teror mental seperti ini sangat efektif untuk meredam gerakan-gerakan yang ingin melakukan perubahan, seperti yang terjadi di Timor-Timur, Aceh dan Irian. juga pernah terjadi di Timor-Timur, Aceh dan Irian.
Siapa yang melakukan perbuatan biadab ini ? adalah jawaban yang harus diungkapkan. Karena masalah perkosaan warga keturunan ini tidak akan selesai begitu saja jika pemerintah tidak berhasil menyelesaikannya dan mengupayakannya agar menjadi kejadian yang terakhir dan tidak akan terulang kembali. Ia akan menjadi kenangan buruk dan menjadi dendam kesumat yang berkepanjangan jika para pemerkosa ini dibiarkan bergentayangan.
Sesungguhnya derita yang teramat perih yang ditanggung oleh korban perkosaan massal adalah derita bangsa. Dan betapa kekerasan yang ditimbulkan oleh sara selalu membawa dampak yang menghancurkan.
sumber:
members.tripod.com/~insearching/perkosa.html_____________________________________
FOTO DAN DATA TENTANG PERKOSAAN YANG MISTERIUSsource: http://www.geocities.com/CapitolHill/1425/explanation.html
From: merah putih (posting on soc.culture.indonesia)
Melalui jaringan internet foto-foto kasus perkosaan pertengahan Mei 1998 lalu di
Jakarta dan Solo telah menyebar ke seluruh dunia. Di Singapura foto itu bahkan digelar dalam sebuah pameran resmi. Akibatnya reaksi keras menghujat Indonesia kini bermunculan, baik di Jakarta, Hongkong, Beijing, Taipe, Singapura maupun di berbagai belahan dunia lainnya.
Ditengah reaksi atas foto yang tersebar di tataran internet dan menjadi konsumsi
masyarakat dunia itu, Harian Asian Wall Street Journal (AWSJ) edisi 20 Agustus
1998 mencurigai foto-foto itu palsu dan tidak berhubungan sama sekali dengan
kerusuhan pertengahan Mei lalu.
Dugaan foto tersebut sebagai palsu dan kebohongan juga muncul dari “Aware”
kelompok dari Singapura. Bersamaan dengan itu juga muncul reaksi kecurigaan serupa dari Dewan Reformasi Pemuda dan Mahasiswa Surabaya (Derap Masa) yang menganggap foto tersebut sebagai rekayasa dan kepalsuan untuk mendramatisir kerusuhan Mei 1998 di Jakarta dan Solo.
Kecurigaan itu cukup beralasan karena sesuai dengan pemberitaan Harian Asian Wall
Street Journal (AWSJ) antara lain disebutkan bahwa paling tidak 15 foto adalah
palsu dan sumbernya “Asian Pornography Website, East Timoresse Exite Homepage dan US Based Exhebition of gori photos”.
Sebagai contoh foto tentang seseorang dengan Uniform menyiksa seorang wanita
dengan tongkat, puntung rokok dan tali, ternyata berasal dari segepok foto milik
East Timoresse Exite Homepage yang sudah muncul sejak bulan November 1997, jauh sebelum kerusuhan di Jakarta terjadi. Data ini jelas merupakan kebohongan nyata dari para aktivis LSM yang sejak awal telah gencar mempersoalkan masalah ini.
Sementara itu anggota Tim Relawan yang juga Pimpinan Gereja Utusan Pantekosta
Jemaat Pasar Legi di Solo Drs. Ch MD Estefanus, Msi, membantah kebenaran laporan bahwa 24 Wanita WNI keturunan Cina menjadi korban kasus perkosaan massal di Solo. Bahkan beliau menulis surat khusus kepada Kapolwil Surakarta dan menyatakan bahwa laporan itu bohong belaka.
Hal serupa juga dialami oleh berbagai Tim Relawan yang dibentuk di Jakarta,
termasuk Tim Gabungan Pencari Fakta yang dibentuk Pemerintah beberapa waktu lalu masih belum mampu memberikan data konkrit kepada masyarakat Aktivis Perwakilan Ummat Budha Indonesia (Walubi) Ny,Hartati Murdaya hingga kamis 20 agustus 1998 mengaku belum menemukan satupun Korban dugaan kasus perkosaan massal.
Sementara Direktur LBH di Jakarta Nursyahbani Katjasungkawa juga mulai tidak yakin dengan pendiriannya yang semula getol mengutuk kasus perkosaan massal itu. Ia menyatakan tidak tahu persis jumlah korban perkosaan, soalnya Ia tidak
ikut menjadi anggota Tim Relawan.
Bahkan Romo Mangun Cs + Ita Nadia sewaktu di AS ada yang bertanya bahwa foto-foto dan poster-poster yang dibawa adalah palsu, mereka agak gugup karena
poster perkosaan yang diedarkan sudah beredar sejak 2 tahun yang lalu oleh CNRM
Ramos Horta di AS dan Eropa. Selain itu Ita Nadia juga mengeluarkan issu yang
sensitive bahwa diantara kelompok pemerkosa sebelum melakukan aksi perkosaan,
berteriak “Allahu Akbar”. Selesai kesaksian di Kongres AS, Romo Mangun Cs
berangkat juga ke Genewa untuk sidang PDPM dan juga membohongi publik
internasional bahwa 162 orang diperkosa sistematis dan 20 orang tewas.
Jika dicermati berbagai komentar/pendapat banyak pihak termasuk yang sudah sejak
awal menjadi relawan dalam upaya mengungkap kasus perkosaan massal itu sudah mulai ragu atas data dan foto- foto peristiwa tersebut.
Sekarang ini dikalangan LSM sendiri mulai timbul keragu-raguan misalnya dari
Website “Indonesian Hvaren Crisis Centre”, menyatakan bahwa foto-foto palsu dan
minta “Visitors” untuk menandai bila ada foto-foto lain yang juga palsu.
Tetapi ada juga LSM “kepala batu” yang tetap bertahan dan menyatakan bahwa benar atau palsunya foto tidak penting, sebab masalah utamanya agar pemerintah Indonesia sadar bahwa ada masalah terhadap WNI keturunan Cina dan harus mengambil langkah nyata.
Nah lho..apa ini bukan logika yang terbalik-balik ? Lagi pula tindakan
menghalalkan cara atau fitnah, kan lebih kejam dari pembunuhan..?
Di tengah kepanikan dan derita rakyat Indonesia, ternyata LSM dan kalangan media
massa mampu meraup keuntungan yang membebaskan mereka dari situasi Krisis moneter (Krismon), namun martabat bangsa dan negara kita tercinta ini telah dihancurkan.
________________________________
Dibalik Tragedi Mei ‘98
Temu wicara dengan Rm. Sandyawan SumardiOleh: Jonathan Goeij
“Adalah mudah bagi saya untuk membunuh Romo dan memperkosa adik-adik
yang berada disini malam ini juga.” kata lelaki berbadan tegap dan
atletis seperti tentara itu sambil menunjuk keempat gadis keturunan
Tionghoa yang mendampingi Rm. Sandyawan.
Awal gerakan Tim Relawan untuk KemanusiaanGerakan Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK) diawali ketika kantor DPP
PDI Megawati diserbu oleh PDI Suryadi, dicanangkan untuk menolong
para korban kekerasan tanpa memandang siapapun yang menjadi korban.
Merupakan gerakan independen, non sektarian, tidak berbasis agama,
non partisan (bukan underbow partai manapun), dan mengikuti orde hati
nurani.
Gerakan dengan inisiator Rm. Sandy ini pertama kali mempunyai
anggota-anggota al: KH Abdurachman Wahid (Gus Dur), ibu Karlina, ibu
Ade, Rita Kaliwongso, Marzuki Darusman, Luhut Pangaribuan, Garuda
Nusantara dan Hilman Faried.
Sikap Gus Dur setelah jadi PresidenDengan mempunyai anggota dipucuk pemerintahan sekarang ini seperti
Gus Dur sebagai Presiden dan Marzuki Darusman sebagai Jaksa Agung,
tidaklah membuat proses penyidikan dan pengadilan Tragedi Mei
berjalan baik. Fakta mengatakan hal yang sebaliknya, setelah menjadi
Presiden ternyata Gus Dur bersikap menjauh dari TRK, hal ini bisa
dibuktikan karena kelompok keluarga korban yang bernaung dalam
Paguyuban keluarga korban tragedi Mei ‘98 hingga detik ini tidak
pernah diterima Gus Dur padahal telah 30 kali melakukan usaha
menemui Gus Dur, sedangkan Habibie ketika jadi presiden bersedia
menerima kedatangan kelompok korban tsb. Gus Dur lemah dalam
memberikan keadilan bagi korban-korban pelanggar HAM.
Wiranto: terjadi kekosongan aparat keamananRm. Sandy mengatakan adalah omong kosong pernyataan Wiranto telah
terjadi kekosongan aparat keamanan diseluruh Jakarta karena ditempat-
tempat strategis dilindungi secara besar-besaran. Berdasarkan
informasi dari aparat keamanan di Solo, pada dinihari tanggal 14 Mei
ada sekian SS Kopasus terbang dari Surakarta menuju Jakarta dan
mendarat di Halim, ratusan Kopasus menyebar diseluruh Jakarta tidak
teridentifikasi (unidentified) karena telah berbaur dengan kelompok-
kelompok preman yang telah terlatih dan dipersiapkan. Mereka inilah
yang memimpin penyerangan-penyerangan.
Dibalik pembunuhan Ita MarthadinataPembunuhan Ita Marthadinata merupakan suatu cara teror untuk
menghentikan akumulasi keberanian korban-korban kekerasan seksual
untuk memberikan testimoni didepan publik, ketika itu sudah ada tiga
orang korban yang bersedia memberikan kesaksian dengan didampingi
sembilan ibu-ibu yang terdiri dari psikolog, dokter, pendamping para
korban ketika melarikan diri keluar negeri, dua bidan yang
mendampingi proses aborsi korban yang hamil waktu diperkosa.
Mereka diancam akan diperkosa dan dibunuh setelah Ita dibunuh secara
kejam. Anggota TRK terutama ibu-ibu keturunan Chinese mendapat teror
melalui telpon secara langsung, tidak diketahui bagaimana mereka bisa
mendapatkan telpon-telpon yang strategis tsb., bahkan cukup banyak
keluarga korban yang memutuskan tidak berhubungan dengan TRK karena
takut diteror.
Di Indonesia sampai sekarang ini belum berhasil dibuat UU
perlindungan saksi dan korban. Rekomendasi TGPF tidak dilanjuti oleh
pemerintah karena militer di Indonesia masih sangat kuat.
Percobaan pembunuhan Sebuah granat dengan pin yang terbuka diletakkan ditempat parkir
dikantor TRK, biasanya Rm Sandy memarkir mobilnya persis pada tempat
granat diletakkan. “Tetapi entah bagaimana saya waktu itu habis misa,
saya turun dijalan dan itu tidak pernah terjadi, setelah itu saya
jalan kaki dan menemukan granat itu ada di depan saya, lalu saya
menelpon polisi yang ketika insiden 27 Juli menangkap dan
menginterogasi kami, sekarang menjadi teman, kolonel posisi itu
berkata Romo kau akan dijebak kalau Romo tidak melaporkan, Romo akan
dituduh merakit bom dan segera akan ditangkap.” tutur Rm. Sandy.
Setelah melapor pada polres terdekat, pasukan gegana datang dan
mengambil granat itu dengan hati-hati, keesokan harinya Kapolri
mengumumkan bahwa granat itu adalah granat-granatan. Rm. Sandy
membalas dengan mengatakan bahwa polisi adalah polisi-polisian.
Operasi militerSebagai anggota TGPF didampingi Bambang Wijayanto, ketua YLBHI, Rm.
Sandy menginterogasi Jend. Zaki Anwar Makarim, ketua Badan Inteligen
ABRI (BIA), menanyakan cara kerja BIA. Zaki dengan bangga
menceritakan betapa profesionalnya cara kerja BIA. Romo, “Dengan
begitu profesionalnya mengapa tidak bisa mengantisipasi tragedi Mei
sebesar itu?” Jawab Zaki, “Oh tidak, kami telah tahu sebelumnya, satu
minggu sebelumnya kami telah memberikan warning kepada seluruh
komandan dilapangan dan menurut rencananya ‘bancakan habis’ itu akan
dilakukan dengan martir terlebih dahulu di Jogja.”
Dan memang di Jogja waktu itu akan ada kerusuhan dengan dibunuhnya
Moses, seorang mahasiswa, untuk memancing mahasiswa. tetapi saat itu
tidak terjadi kerusuhan.
Pada saat itu banyak sekali demo mahasiswa dari Sabang sampai
Merauke, di Jakarta di kampus Trisakti mahasiswa dipaksa dipancing
keluar dengan penembakan peluru tajam secara brutal, yang
mengakibatkan tewasnya keempat mahasiswa.
Itulah awal tragedi Mei, karena setelah itu aparat keamanan turun
secara besar-besaran dan memimpin operasi militer. Hanya berita yang
dilansir kepermukaan adalah masyarakat miskin urban yang menyerang
kelompok-kelompok Tionghoa, tindakan diskriminasi rasial memang ada,
tetapi yang menjadi dalang sebenarnya adalah operasi militer.
Masyarakat miskin urban sebagai Kambing HitamPangdam Jaya Sjafrie Syamsudin dan Gubernur Sutiyoso mengatakan
pelaku-pelaku kerusuhan Mei adalah masyarakat miskin urban yang
melakukan tindakan penjarahan dan pemerkosaan terhadap kelompok
masyarakat Tionghoa. Para pelaku itu berjumlah 300 orang dan telah
mati karena terjebak dalam kebakaran yang terjadi, karena para pelaku
kejahatan telah meninggal dunia maka tidak perlu diinvestigasi lagi.
Bayangkan mereka bunuh diri masal seandainya mereka adalah pelakunya,
demikian komentar Rm Sandy.
Sebenarnya hal itu tidak benar, memang mereka adalah kelompok miskin
misalnya kelompok yang tinggal di belakang Jogja Plaza di Klender.
Para provokator atau aparat keamanan itu mengambil terlebih dahulu
barang-barang seperti TV, kulkas dsb.nya lalu meletakkan didepan toko
dan meminta mereka mengambil sambil mengatakan, “Ayo kita ambil, ini
hak kalian.” Sebelum itu mereka dipancing agar muncul dijalanan
dengan membakar mobil-mobil dijalanan. “Sekarang saatnya merebut
kembali hak kalian.”
Tetapi ketika mereka masuk dan naik keatas, rolling door ditutup,
tabung-tabung gas dikumpulkan dan ditembak sehingga menimbulkan
ledakan besar dan kebakaran. Banyak saksi mata, ada ratusan, melihat
waktu mereka naik keatas sudah ada yang menyiram bahan bakar dari
gedung yang paling atas. Aparat keamanan turun kebawah dan menutup
rolling door dan menyiram bahan bakar yang, ada dari bahan kimia
karena tembok Jogja Plaza yang begitu tebal bisa terbakar habis.
Waktu itu di Jakarta banyak wartawan asing karena adanya sidang AFTA
sehingga diekspos juga, seorang wartawan perang yang pernah bertugas
di Kosovo berkomentar “Belum pernah saya menyaksikan tragedi yang
sedemikian mengerikan karena tubuh-tubuh manusia dipanggang
sedemikian rupa.”
Ada 1188 korban yang meninggal pada waktu pembakaran masal tsb., dan
ada yang ditembak dijalanan kemudian mayatnya dilemparkan kedalam
gedung yang terbakar.
Sikap Gereja Katholik pada waktu ituPada waktu penguburan masal dilakukan pihak gereja menolak
mengirimkan salah seorang uskup untuk mewakili gereja karena
banyaknya korban yang berjatuhan, padahal pada waktu ibu Tien
meninggal dunia Kardinal sendiri datang.
Pada saat ini sikap gereja sudah berubah karena setelah tragedi Mei
secara de facto toh banyak sekali gereja-gereja yang dibakar.
Rekomendasi Tim Gabungan Pencari FaktaMeskipun rekomendasi TGPF telah dikeluarkan, ternyata hingga detik
ini pemerintah Indonesia belum menggelar pangadilan HAM ad hoc di
Indonesia, Gus Dur belum berhasil melaksanakan deliver Justice yang
tegas. Karenanya tidak mengherankan tindakan-tindakan kekerasan
merebak diseluruh Indonesia, yang terakhir di Sampit Kalimantan
Tengah yang korbannya telah mencapai 110 ribu, yang merupakan fokus
bantuan Tim Relawan saat ini..
Mengakhiri keterangannya Rm. Sandy mengatakan hampir di setiap
tragedi kekerasan politik yang masal selalu ada perkosaan masal, pola
yang sama dilakukan di Aceh, Timor Leste, Maluku dan berbagai tempat
lain.
Pertanyaan dan jawaban
Cukup banyak pertanyaan yang diajukan para peserta diskusi, penulis
tidak bisa menuliskan semuanya karena akan sangat panjang sekali.
Dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul ada beberapa hal yang menarik
untuk disimak:
Perkembangan korban-korban pasca perkosaan?
Pdt. Bob Jokiman menanyakan perkembangan para korban perkosaan pada
saat ini.
Jawab:
Untuk para wanita yang telah berkeluarga, mereka cepat untuk pulih
kembali. Tetapi untuk para gadis yang masih remaja pada waktu
perkosaan itu terjadi, sukar untuk pulih, secara internal mereka
masih trauma sekali dan hal itu mengakibatkan mereka menghargai murah
dirinya secara seksual.
Perbedaan data antara Tim Relawan dan TGPF?
Jawab:
Tim Relawan terjun kelapangan dan melakukan investigasi bahkan sejak
tragedi itu dimulai, sedang TGPF dibentuk dua bulan setelah itu.
Karenanya data Tim Relawan lebih valid.
TRK terdiri dari ratusan anggota yang merupakan relawan dari
masyarakat dan juga dari korban dan keluarga serta teman korban yang
tergerak hatinya untuk membantu, yang melakukan pencarian data bukan
hanya Rm. Sandy dan ibu Karlina saja. Dan TRK sangat yakin dengan
data yang didapatnya.
Apakah tragedi seperti Mei bisa terulang kembali?
Jawab: Ya